BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gangguan fungsi cervical merupakan salah satu kondisi neurologi yang bisa mengenai siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan. Dewasa ini banyak orang mengalami gangguan fungsi cervical yang keluhannya mulai timbul pada usia 20 tahun ke atas dari berbagai jenis pekerjaan, jenis kelamin dan tingkat usia. Akibat disfungsi cervical sangat mengganggu aktivitas sehingga menurunkan produktivitas seseorang, terbukti di Inggris pada tahun 1987 – 1988, pekerja tambang kehilangan jam kerja 10,3 juta akibat gangguan fungsi cervical dengan gejala utama berupa nyeri tengkuk, spasme otot dan keterbatasan ROM sendi (Simons J, 2001).

Hal yang sama, hasil observasi dilakukan oleh Niere (dalam Dina, 2004), menunjukkan bahwa 67 orang (90%) dari 74 karyawan sebuah kantor pernah mengalami gangguan fungsi cervical akibat penambahan jam penggunaan komputer dalam waktu yang lama. Keadaan tersebut sejalan dengan data dari klinik Fisioterapi Medi Sakti Makassar pada bulan April – Mei 2005 tercatat 62 orang (22,96%) dari 270 pasien baru yang menderita gangguan fungsi cervical (Djohan Aras, 2005).

Penanganan gangguan fungsi cervical cukup rumit, dapat diatasi dengan berbagai cara seperti obat medika mentosa, operasi, serta latihan gerak leher sebagai tindakan fisioterapi dapat berupa mobilisasi, manipulasi, pasif stretching, MET, Hold Relax, massage, dan SCS (LA. Haagenars, 1983).

Hasil penelitian Tannigawa (2004) yang membandingkan antara teknik Hold Relax dengan metode mobilisasi pasif, menunjukkan bahwa efek Hold Relax signifikan terhadap peningkatan ROM dan penurunan nyeri pada kekakuan sendi pergelangan kaki akibat cedera olah raga. Di sisi lain, hasil penelitian Bailey et.al (1992) menunjukkan bahwa pemberian SCS tanpa pengobatan lain terhadap 25 penderita whiplash setelah 20 menit beristirahat, 18 orang (72%) diantaranya mengalami penurunan nyeri dan dapat menggerakkan leher rata-rata sekitar 53%.

Berhubung banyaknya faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi cervical serta berbagai metode latihan yang dapat digunakan oleh fisioterapis untuk mengatasi gangguan fungsi cervical tersebut, maka peneliti mencoba menyelidiki tentang perbandingan efek Hold Relax dengan Strain Counter Strain (SCS) terhadap penambahan ROM dan penurunan nyeri pada gangguan fungsi cervicalis. Dengan pertimbangan gejala utama pada gangguan fungsi cervical adalah keterbatasan jarak gerak sendi dan nyeri serta spasme otot yang pada umumnya disebabkan oleh kesalahan postur dan degenerasi tulang sendi leher di satu sisi, kemudian di sisi lain teknik pelaksanaan Hold Relax dan SCS relatif aman, praktis, dengan hasil yang signifikan untuk mengatasi gangguan fungsi cervical.

Gangguan Fungsi Cervical

Gangguan fungsi cervical adalah suatu kondisi yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri lokal di leher dan atau menjalar ke sekitar kepala, bahu, lengan dan jari-jari tangan, dada bagian depan dan belakang, spasme otot leher dan bahu serta keterbatasan jarak gerak sendi leher yang mengakibatkan seseorang sulit menoleh, menunduk dan mendongak. Akibat berbagai penyebab tertentu terutama seperti karena “Habitual Strain Trauma” di kepala, leher, dan bahu yang berulang-ulang, salah posisi saat beraktivitas dalam waktu lama seperti melukis, mengecat plavon, pegulat yang berpotensi menyebabkan disposisi sendi-sendi apofisis faset, disrupsi diskus, akar saraf terjepit serta spasme/myofascial tenderness otot-otot sekitar leher. Penyebab ini dapat juga karena Cervical Spondylosis terutama orang yang berusia 50 tahun sekitar 50 % dan berusia 65 tahun sekitar 75 % menderita gangguan fungsi cervicalis. Selain itu dapat juga akibat infeksi, tumor, penyakit metabolik dan psikis.

Gangguan fungsi cervicalis yang dominan bergejala : nyeri, spasme otot dan leher terasa kaku merupakan kondisi yang sering dijumpai pada berbagai jenis kelompok usia, jenis kelamin dan pekerjaan yang sangat mengganggu aktivitas seseorang serta dapat berakibat fatal jika tidak segera ditolong. Berdasarkan pengalaman, gangguan fungsi cervical dapat diatasi atau meringankan beban penderita dengan Exercises yang dilakukan secara profesional tanpa atau dengan medika mentosa.

Konsep Nyeri

Definisi nyeri (IASP, 1990) : “An Unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage or described in term of such damage”. Nyeri adalah suatu pengalaman emosional berupa perasaan tidak enak akibat kerusakan suatu jaringan yang nyata atau tidak nyata (berpotensi rusak). Dari defenisi ini dapat ditarik tiga kesimpulan, yakni :

Nyeri merupakan suatu pengalaman emosional berupa sensasi yang tidak menyenangkan.

Nyeri terjadi karena adanya suatu kerusakan jaringan yang nyata seperti luka pasca bedah atau trauma akut.

Nyeri terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata seperti nyeri kronik atau proses penyembuhan trauma lama, nyeri post herpetic phantom atau trigeminal.

a. Verbal Rating Scale (VRS)

VRS adalah suatu alat pengukur intensitas nyeri dengan menggunakan 5 tingkatan kata sifat dari pernyataan seseorang tentang intensitas nyeri yang dirasakannya, sebagai berikut :

0 = tidak nyeri

1 = nyeri ringan

2 = nyeri sedang

3 = nyeri berat

4 = nyeri sangat berat

b. Numeric Rating Scale (NRS)

NRS memiliki tingkat intensitas rasa nyeri pada skala numerik 0 – 10 (11 poin skala) atau 0 – 100 (101 poin skala) dengan rentangan makna :

0 = tidak nyeri

10 (100) = sangat nyeri

c. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri dengan menggunakan sebuah tabel garis yang panjangnya 10 – 15 cm dengan rentangan skala 1 – 10 atau 10 – 100, dengan rentangan makna :

<> = tidak nyeri

3 – 4,9 = kurang nyeri

5 – 6,9 = nyeri

7 – 8,9 = lebih nyeri

> 9 = sangat nyeri

Cara penilaiannya adalah dengan pensil penderita menandai sendiri pada nilai skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya setelah diberi penjelasan dari peneliti tentang makna dari setiap skala tersebut dalam milimeter.

Hasil pengukuran VAS dan NRS lebih teliti dibandingkan intrumen lain karena memiliki nilai skala yang lebih besar, tetapi pelaksanaan VAS lebih praktis dibandingkan NRS, sebab pada VAS penderita hanya diminta memberikan tanda pada sejauh milimeter sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya, tanpa terbebani oleh pemaknaan dari setiap skala seperti pada NRS. Meskipun demikian, VAS memiliki kelemahan untuk memberi tanda pada skala bagi orang tua dan atau mereka yang mengalami gangguan penglihatan, karena itu peneliti harus menuntun mereka dengan sebaik-baiknya. (Jensen et.al, 1986 dalam 9).

Konsep Lingkup Gerak Sendi (ROM)

Lingkup gerak sendi atau Range Of Motion (ROM) adalah luasnya gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu posisi ke posisi lain, baik secara pasif maupun aktif. Alat ukur lingkup gerak sendi adalah Goniometer yang mempunyai 2 tangkai, masing-masing tangkai fixed dan tangkai mobile yang dihubungkan oleh sebuah Fulcrum sehingga kedua tangkai tersebut dapat distel untuk mengukur besaran sudut sebuah sendi atau untaian beberapa sendi.

Cara penggunaannya adalah Fulcrum Goniometer di letakkan pada axis sendi, sedangkan tangkai fixed Goniometer diletakkan pada fixed lever sendi dan tangkai mobile Goniometer diletakkan pada mobile lever sendi, kemudian sendi digerakkan ke arah bidang gerak sendi yang bersangkutan berbarengan dengan tangkai mobile Goniometer hingga mencapai limit gerak sendi tersebut, dan pada saat itulah dapat terbaca berapa derajat lingkup gerak sendi yang terukur.

Metode Atasi Gangguan Fungsi Cervical

Gejala utama gangguan fungsi cervical adalah nyeri leher terutama saat digerakkan dan keterbatasan lingkup gerak sendi (ROM). Berbagai cara latihan yang digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi cervical antara lain adalah :

Hold Relax

a. Pengertian Hold Relax

Hold Relax adalah salah satu teknik khusus exercises dari Proprioceptive Neuro Muscular Facilitation (PNF) yang menggunakan kontraksi isometrik secara optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek sampai terjadi penambahan ROM dan penurunan nyeri (Yulianto W, 2002). Sedangkan menurut Carolyn K et.al (1996) menyatakan bahwa Hold Relax adalah kemampuan penderita melakukan kontraksi isometrik pada otot dan jaringan ikat memendek selanjutnya diikuti dengan penguluran otot secara pasif hingga terjadi penambahan ROM dan nyeri toleransi penderita.

Diagram Hold Relax Terhadap Penurunan Nyeri dan Penambahan ROM (D. Beckers, 2000)



Strain Counter Strain (SCS)

a. Pengertian SCS

SCS adalah suatu teknik untuk mengoreksi trauma jaringan yang tidak berurutan dengan cara mengembalikan ke posisi netral secara berurutan berdasarkan prinsip biomekanika (Mc. Portland et.al, 1995). Sedangkan menurut tuan L. Jones (1964) menyatakan bahwa SCS adalah suatu teknik memposisikan jaringan yang sakit dengan cara sangat lembut ke posisi relaks sambil melakukan pemijatan pada terderness.

Diagram SCS Terhadap Penurunan Nyeri dan Penambahan ROM (Jones, 1981; Chaitow, 1996)



BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Berdasarkan bentuk data yang diamati, maka penelitian ini termasuk Ex – Post Facto yang bersifat komparatif, dimana semua gejala yang diteliti secara empiris telah terjadi sebelum penelitian dilaksanakan, kemudian membandingkan hasil terapi dengan teknik Hold Relax dan SCS yang telah diterapkan oleh fisioterapis di klinik. Penelitian ini terkontrol dengan ketat karena data yang peneliti kumpulkan adalah data yang telah dilakukan oleh fisioterapis berdasarkan protap teknik Hold Relax dan SCS yang baku di Klinik Medi Sakti Makassar.

B. Alur Penelitian



C. Variabel Penelitian

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel yang diselidiki ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas (terikat). Variabel bebasnya adalah terapi dengan teknik Hold Relax dan SCS. Variabel tidak bebasnya adalah gangguan fungsi pada cervicalis, yaitu nyeri dan lingkup gerak sendi (ROM)

2. Definisi Operasional Variabel

a. Gangguan fungsi cervical adalah suatu kondisi yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri di leher dengan nilai VAS > 29, spasme otot (MTP), dan keterbatasan jarak gerak sendi fleksi – ekstensi <>o, lateral fleksi kiri dan kanan <>o, dan rotasi <>o.

b. Derajat nyeri adalah intensitas nyeri yang diukur dengan skala VAS pada penderita dalam keadaan tenang dan kooperatif dalam rentang kriteria penilaian 0 – 100 dengan kategori :

< 29 = tidak nyeri

30 – 49 = kurang nyeri

50 – 69 = nyeri

70 – 89 = lebih nyeri

> 90 = sangat nyeri

c. Jarak gerak sendi (ROM) adalah intensitas ROM yang diukur dengan goniometer pada posisi anatomis, penderita duduk dengan tenang dan kooperatif. Normalnya adalah fleksi – ekstensi + 150o, lateral fleksi kiri – kanan + 90o dan rotasi kiri-kanan 150o.

d. Hold Relax adalah teknik khusus PNF yang bertujuan untuk menambah ROM sendi dan mengurangi nyeri gerak, secara progresif pada kelompok otot dan jaringan ikat memendek, diikuti oleh penguluran secara aktif dari penderita dan penguluran pasif dari luar (fisioterapis) hingga mencapai batas ROM optimal sesuai toleransi nyeri penderita. Frekuensi pemberian sebanyak 6 kali per responden.

e. Strain Counter Strain (SCS) adalah teknik khusus yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan ROM dan mengurangi nyeri pada gangguan fungsi cervical dengan jalan melakukan penguluran pasif secara bertahap ke arah posisi normal (comfortable) dan lembut sambil melakukan friction 40 – 60 kali (60 sekond) setiap kali terapi, kemudian dilanjutkan dengan Box Exercise ke sisi sehat dan sakit sebanyak 60 sekond hingga ROM bertambah dan nyeri menurun. Frekuensi pemberian sebanyak 6 kali per responden.

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Deskriptif

a. Tingkat Nyeri (VAS)

Hasil analisis deskriptif yang berkaitan dengan tingkat nyeri akibat Disfungsi Cervical yang diukur dengan VAS sebelum dan sesudah diterapi dengan Hold Relax dan SCS disajikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1. Deskripsi Distribusi Tingkat Nyeri Sebelum dan

Sesudah Terapi

Deskripsi

Teknik Hold Relax

Selisih

Sebelum Terapi

Sesudah Terapi

Ukuran Sampel

Skor Maksimum

Skor Minimum

Rata – rata

Rentang Skor

31

100

65

86,00

35

31

71

29

47,39

42

-

29

36

38,61

-

Deskripsi

Teknik SCS

Selisih

Sebelum Terapi

Sesudah Terapi

Ukuran Sampel

Skor Maksimum

Skor Minimum

Rata – rata

Rentang Skor

30

100

65

85,97

35

30

54

8

23,13

46

-

46

57

62,84

-

Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata tingkat nyeri akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi dengan teknik Hold Relax adalah 86 dan setelah diterapi sebesar 47,39. Ini menunjukkan adanya rata-rata penurunan tingkat nyeri sebesar 44,90 % setelah diterapi dengan teknik Hold Relax.

Rata-rata tingkat nyeri akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi dengan teknik SCS adalah 85,97 dan setelah diterapi sebesar 23,13. Ini menunjukkan adanya rata-rata penurunan tingkat nyeri sebesar 73,10 % setelah diterapi dengan teknik Strain Counter Strain (SCS).

Jika skor pengukuran tingkat nyeri dengan VAS dikelompokkan ke dalam lima kategori tingkat nyeri, maka diperoleh distribusi frekuensi dan persentase seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.2 dan tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri Sebelum dan Setelah Terapi dengan Teknik Hold Relax

Kategori

Sebelum Terapi

Setelah Terapi

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Persentase

Tidak nyeri

Kurang nyeri

Nyeri

Lebih nyeri

Sangat nyeri

0

0

2

17

12

0

0

6,45

54,84

38,71

1

17

12

1

0

3,23

54,84

38,71

3,23

0

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Tingkat Nyeri Sebelum dan Setelah Terapi dengan Teknik SCS

Kategori

Sebelum Terapi

Setelah Terapi

Frekuensi

Persentase

Frekuensi

Persentase

Tidak nyeri

Kurang nyeri

Nyeri

Lebih nyeri

Sangat nyeri

0

0

3

13

14

0

0

10

43,33

46,67

25

4

1

0

0

83,33

13,33

3,33

0

0

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa setelah terapi Hold Relax terdapat 3,23 % penderita yang merasakan tidak nyeri, 54,84% yang merasakan kurang nyeri, 38,71 % yang masih merasakan nyeri, dan 3,23 % penderita yang masih merasakan lebih nyeri. Sementara pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa terdapat 83,33% penderita merasakan tidak nyeri akibat disfungsi cervical setelah diterapi dengan teknik SCS, 13,33 % yang masih merasakan kurang nyeri, dan 3,33% yang masih merasakan nyeri. Hal ini menunjukkan bahwa persentase penurunan nyeri akibat disfungsi cercival dengan teknik SCS lebih besar dari pada dengan teknik Hold Relax, dengan kata lain bahwa terapi dengan teknik SCS lebih efektif untuk menurunkan nyeri akibat Disfungsi Cervical dibandingkan dengan teknik Hold Relax.

b. Lingkup Gerak Sendi (ROM)

Hasil analisis deskriptif yang berkaitan dengan lingkup gerak sendi (ROM) akibat Disfungsi Cervical sebelum dan sesudah diterapi dengan teknik Hold Relax disajikan pada tabel 4.5

Tabel 4.5. Deskripsi Distribusi Lingkup Gerak Sendi Sebelum dan Sesudah Terapi dengan Hold Relax

Deskripsi

ROM Rotasi

ROM Lateral fleksi

ROM Flexi – Extensi

Sebelum

Setelah

Sebelum

Setelah

Sebelum

Setelah

Ukuran Sampel

Skor Maksimum

Skor Minimum

Rata – rata

Rentang Skor

31

90

50

65,81

40

31

150

80

133,87

70

31

70

30

45,48

40

31

90

55

83,55

35

31

105

44

76,26

61

31

150

80

131,77

70

Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata ROM rotasi akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi adalah 65,81 dan setelah diterapi sebesar 133,87. Ini menunjukkan adanya rata-rata peningkatan ROM rotasi sebesar 103,42 % setelah diterapi dengan teknik Hold Relax. Pada tabel juga menunjukkan rata-rata ROM lateral fleksi akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi adalah 45,48 dan setelah diterapi sebesar 83,55. Ini menunjukkan adanya rata-rata peningkatan ROM lateral fleksi sebesar 83,71 % setelah diterapi dengan teknik Hold Relax. Juga ditunjukkan rata-rata ROM flexi – extensi akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi adalah 76,26 dan setelah diterapi sebesar 131,77. Ini menunjukkan adanya rata-rata peningkatan ROM flexi – extensi sebesar 72,79 % setelah diterapi dengan teknik Hold Relax.

Hasil analisis deskriptif yang berkaitan dengan lingkup gerak sendi (ROM) akibat Disfungsi Cervical sebelum dan sesudah diterapi dengan teknik SCS disajikan pada tabel 4.6

Tabel 4.6. Deskripsi Distribusi Lingkup Gerak Sendi Sebelum dan Sesudah Terapi dengan SCS

Deskripsi

ROM Rotasi

ROM Lateral fleksi

ROM Flexi – Extensi

Sebelum

Setelah

Sebelum

Setelah

Sebelum

Setelah

Ukuran Sampel

Skor Maksimum

Skor Minimum

Rata – rata

Rentang Skor

30

90

40

67,83

50

30

150

70

105,67

80

30

80

30

52,67

50

30

90

50

76,50

40

30

110

50

84,50

60

30

130

95

113,67

35

Selisih Rata-rata

37,84

23,83

29,17

Tabel 4.6 menunjukkan rata-rata ROM rotasi akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi adalah 67,83 dan setelah diterapi sebesar 105,67. Ini menunjukkan adanya rata-rata peningkatan ROM rotasi sebesar 55,79 % setelah diterapi dengan teknik SCS. Pada tabel juga menunjukkan rata-rata ROM lateral fleksi akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi adalah 52,67 dan setelah diterapi sebesar 76,50. Ini menunjukkan adanya rata-rata peningkatan ROM lateral fleksi sebesar 45,24 % setelah diterapi dengan teknik SCS. Juga ditunjukkan rata-rata ROM flexi - extensi akibat Disfungsi Cervical sebelum diterapi adalah 84,50 dan setelah diterapi sebesar 113,67. Ini menunjukkan adanya rata-rata peningkatan ROM flexi - extensi sebesar 34,52 % setelah diterapi dengan teknik SCS.

Tabel 4.5 dan tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa persentase peningkatan ROM rotasi, lateral fleksi dan fleksi - ekstensi dengan terapi Hold Relax lebih besar dari pada persentase peningkatan ROM dengan terapi SCS. Ini menunjukkan bahwa teknik Hold Relax lebih efektif untuk meningkatkan ROM dibanding SCS.

2. Pengujian Hipotesis

a. Pengujian Hipotesis Pertama

Pengujian hipotesis untuk data tingkat nyeri dengan pengukuran VAS sebelum dan setelah terapi dengan kedua teknik diberikan menggunakan Uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data pengukuran VAS sebelum dan sesudah teknik Hold Relax diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat nyeri sebelum dan setelah terapi dengan teknik Hold Relax. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data pengukuran VAS sebelum dan sesudah teknik SCS diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat nyeri sebelum dan setelah terapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3.

Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney data pengukuran VAS setelah pemberian terapi dengan teknik Hold Relax dan SCS pada kedua kelompok perlakuan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat nyeri antara kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax dan kelompok yang diterapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4

b. Pengujian Hipotesis Kedua

Pengujian hipotesis untuk data ROM rotasi sebelum dan setelah terapi dengan kedua teknik diberikan menggunakan Uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data ROM rotasi sebelum dan sesudah teknik Hold Relax diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H01 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM rotasi sebelum dan setelah terapi dengan teknik Hold Relax. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data ROM rotasi sebelum dan sesudah teknik SCS diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < ditolak atau Ha = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM rotasi sebelum dan setelah terapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3.

Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney data ROM rotasi setelah pemberian terapi dengan teknik Hold Relax dan SCS pada kedua kelompok perlakuan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM rotasi antara kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax dan kelompok yang diterapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

c. Pengujian Hipotesis Ketiga

Pengujian hipotesis untuk data ROM lateral fleksi sebelum dan setelah terapi dengan kedua teknik diberikan menggunakan Uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data ROM lateral fleksi sebelum dan sesudah teknik Hold Relax diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM lateral fleksi sebelum dan setelah terapi dengan teknik Hold Relax. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data ROM lateral fleksi sebelum dan sesudah teknik SCS diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM lateral fleksi sebelum dan setelah terapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3.

Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney data ROM lateral fleksi setelah pemberian terapi dengan teknik Hold Relax dan SCS pada kedua kelompok perlakuan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,001 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM lateral fleksi antara kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax dan kelompok yang diterapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

d. Pengujian Hipotesis Keempat

Pengujian hipotesis untuk data ROM flexi-extensi sebelum dan setelah terapi dengan kedua teknik diberikan menggunakan Uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data ROM flexi-extensi sebelum dan sesudah teknik Hold Relax diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM flexi-extensi sebelum dan setelah terapi dengan teknik Hold Relax. Berdasarkan hasil Uji Wilcoxon data ROM flexi-extensi sebelum dan sesudah teknik SCS diberikan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM flexi-extensi sebelum dan setelah terapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 dan 3.

Berdasarkan hasil Uji Mann-Whitney data ROM flexi-extensi setelah pemberian terapi dengan teknik Hold Relax dan SCS pada kedua kelompok perlakuan diperoleh nilai probabilitas (p) = 0,00 < a = 0,05. Ini berarti H0 ditolak atau H1 diterima. Karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan ROM flexi-extensi antara kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax dan kelompok yang diterapi dengan teknik SCS. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis yang berkaitan dengan data tingkat nyeri akibat Disfungsi Cervical yang diukur dengan VAS menunjukkan adanya perbedaan hasil terapi yang signifikan dari kedua teknik tersebut, dimana rata-rata penurunan tingkat nyeri sebesar 44,90 % pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax, sedangkan untuk kelompok yang diterapi dengan teknik SCS terdapat rata-rata penurunan sebesar 73,10 % selama 6 kali perlakuan. Ini menunjukkan bahwa penurunan tingkat nyeri akibat Disfungsi Cervical yang diterapi dengan teknik SCS lebih besar dari pada yang diterapi dengan teknik Hold Relax. Hal ini juga dapat dilihat pada distribusi frekuensi dan persentase tingkat nyeri sebelum dan setelah terapi diberikan, dimana persentase penderita yang tidak nyeri dengan terapi SCS (83,33%) lebih banyak dari pada persentase penderita yang diterapi dengan Hold Relax (3,23%). Hal di atas juga dapat dilihat pada diagram batang perbandingan distribusi tingkat nyeri setelah kedua teknik terapi diberikan di bawah ini.



Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis yang berkaitan dengan data ROM rotasi menunjukkan adanya perbedaan hasil terapi yang signifikan dari kedua teknik terapi tersebut, dimana rata-rata peningkatan ROM rotasi pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax sebesar 103,42 %, sedangkan pada kelompok yang diterapi dengan teknik SCS terdapat rata-rata peningkatan hanya sebesar 55,79 %. Ini menunjukkan bahwa peningkatan ROM rotasi pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax lebih besar dari pada yang diterapi dengan teknik SCS. Hal di atas juga dapat dilihat pada diagram batang perbandingan distribusi ROM rotasi setelah kedua teknik terapi diberikan di bawah ini.



Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis yang berkaitan dengan data ROM lateral fleksi menunjukkan adanya perbedaan hasil terapi yang signifikan dari kedua teknik terapi tersebut, dimana rata-rata peningkatan ROM lateral fleksi pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold RelaxSCS terdapat rata-rata peningkatan hanya sebesar 45,24 %. Ini menunjukkan bahwa peningkatan ROM lateral fleksi pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax lebih besar dari pada yang diterapi dengan teknik SCS. Hal di atas juga dapat dilihat pada diagram batang perbandingan distribusi ROM lateral fleksi setelah kedua teknik terapi diberikan di bawah ini. sebesar 83,71 %, sedangkan pada kelompok yang diterapi dengan teknik



Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan pengujian hipotesis yang berkaitan dengan data ROM fleksi-extensi menunjukkan adanya perbedaan hasil terapi yang signifikan dari kedua teknik terapi tersebut, dimana rata-rata peningkatan ROM flexi-extensi pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax sebesar 72,79 %, sedangkan pada kelompok yang diterapi dengan teknik SCS terdapat rata-rata peningkatan hanya sebesar 34,52 %. Ini menunjukkan bahwa peningkatan ROM flexi-extensi pada kelompok yang diterapi dengan teknik Hold Relax lebih besar dari pada yang diterapi dengan teknik SCS. Hal di atas juga dapat dilihat pada diagram batang perbandingan distribusi ROM flexi-extensi setelah kedua teknik terapi di bawah ini.



Teknik Hold Relax baik secara deskriptif maupun secara inferensial signifikan dapat meningkatkan lingkup gerak sendi atau Range of Motion (ROM) karena pada aplikasi teknik Hold RelaxHold Relax signifikan dapat menurunkan nyeri pada gangguan fungsi cervicalis melalui proses Antogenic Inchibition, Reciproke Inchibition, terjadi efek relaksasi berupa efek vasodilatasi peningkatan oksigen dan absorbsi “P” substance dalam jaringan otot (De Beckers, 2000; Sherrington, 1946). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Tannigawa (2004) terhadap kekakuan dan nyeri pergelangan kaki akibat cedera olah raga, dimana dengan teknik Hold Relax signifikan meningkatkan ROM dan menurunkan nyeri, hingga penderita dapat berolah raga kembali setelah 6 kali terapi. menggunakan statik kontraksi, active stretch, dan passive stretch reflex (De Beckers, 2000). Demikian halnya, baik secara deskriptif maupun inferensial, teknik

Teknik Hold Relax tidak hanya meningkatkan ROM dan menurunkan nyeri seperti yang telah dijelaskan di atas, tetapi juga dapat meningkatkan stabilitas dan ADL Koordinasi pada gangguan fungsi cervical, karena pelaksanaan Hold Relax mengikuti pola gerak keseharian pada regio cervical.

Begitu pula teknik SCS, baik secara deskriptif maupun inferensial signifikan dapat meningkatkan lingkup gerak sendi, karena aplikasi teknik SCS menggunakan penguluran otot secara pasif, Piezo Electric Effect melalui friction, serta Monosynaptic Stretch Effect (Jones, 1981; Chaitow, 1996). Demikian halnya SCS dapat menurunkan nyeri karena Reflextoar Effect melalui friction pada myofascial trigger point dan pada otot – otot cervical sehingga mengalami relaksasi, vasodilatasi, peningkatan oksigen, serta absorbsi “P” (Jones, 1981; Chaitow, 1996). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian Bailey (1992) yang mengatakan bahwa SCS, tanpa pengobatan lain terhadap 25 penderita Whiplash, setelah 20 menit beristirahat, 18 orang (72%) diantaranya mengalami penurunan nyeri dan dapat menggerakkan lehernya rata-rata 53%. Demikian halnya Jones (1981) dan Chaitow (1996) menyatakan bahwa teknik SCS merupakan salah satu metode manipulasi yang efektif untuk mengurangi nyeri dan keterbatasan ROM sendi, terutama pada fase akut dan juga kronik.

Teknik SCS dalam aplikasinya, selain dapat menambah ROM dan menurunkan nyeri yang terjadi setelah 60 – 90 sekond melalui friction yang menimbulkan efek reflekstoar berupa counter iritasi fase awal, adaptasi kemudian diikuti oleh modulasi nyeri, juga dapat mengatasi cross link (memperbaiki letak posisi serabut) jaringan otot.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan fakta secara signifikan bahwa baik teknik Hold Relax maupun SCS, masing-masing memiliki kemampuan untuk menambah lingkup gerak sendi (ROM) dan mengurangi nyeri akibat gangguan fungsi cervical. Namun dalam penelitian ini, lebih jauh menemukan bahwa teknik Hold Relax lebih baik meningkatkan lingkup gerak sendi (ROM) dibanding teknik SCS, sementara teknik SCS lebih baik mengurangi nyeri dibanding teknik Hold Relax pada gangguan fungsi cervicalis.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hold Relax dapat menurunkan nyeri secara signifikan pada disfungsi cervicalis, yakni rata-rata penurunan nyerinya sebesar 46,24 % setelah 6 kali pemberian Hold Relax.

2. Hold Relax dapat meningkatkan ROM rotasi, lateral fleksi dan fleksi – ekstensi secara signifikan pada disfungsi cervicalis, yakni rata-rata peningkatan ROM untuk rotasi sebesar 103,42 %, lateral fleksi sebesar 83,71% dan untuk fleksi – ekstensi sebesar 72,79 % setelah 6 kali pemberian Hold Relax.

3. SCS dapat menurunkan nyeri secara signifikan pada disfungsi cervicalis, yakni rata-rata penurunan nyerinya sebesar 74,86 % setelah 6 kali pemberian SCS.

4. SCS dapat meningkatkan ROM rotasi, lateral fleksi dan fleksi – ekstensi secara signifikan pada disfungsi cervicalis, yakni rata-rata peningkatan ROM untuk rotasi sebesar 55,79 %, lateral fleksi sebesar 45,24 % dan untuk fleksi – ekstensi sebesar 34,52 % setelah 6 kali pemberian SCS.

5. Hold Relax secara signifikan lebih efektif meningkatkan ROM dibanding SCS pada disfungsi cervicalis dan secara deskriptif peningkatan ROM karena rotasi 103,42 %, lateral fleksi 83,71% dan fleksi – ekstensi 72,79 % adalah lebih besar dibanding SCS yang hanya peningkatan ROM rotasi 55,79 %, lateral fleksi 45,24 % dan fleksi – ekstensi 34,52 %.

6. SCS secara signifikan lebih efektif menurunkan nyeri dibanding Hold Relax pada disfungsi cervical dan secara deskriptif penurunan nyeri karena SCS sebesar 74,86 % adalah lebih besar dibanding Hold Relax yang hanya 46,24%.

B. Saran

1. Bagi Fisioterapis, baik teknik Hold Relax maupun SCS, keduanya dapat digunakan untuk menambah ROM dan menurunkan nyeri pada gangguan fungsi sendi, namun jika dominan gejala kekakuan sendi dibanding nyeri, maka sebaiknya memilih teknik Hold Relax. Sebaliknya, jika dominan nyeri, maka sebaiknya memilih teknik SCS.

2. Demi keamanan, maka disarankan kepada Fisioterapis agar tidak menggunakan baik teknik Hold RelaxSCS terhadap gangguan fungsi sendi karena fraktur, tumor, dan infeksi yang kumannya masih aktif. maupun

3. Disarankan kepada peneliti lain agar meneliti untuk menemukan jawaban, mengapa teknik Hold RelaxSCS, serta mengapa SCS lebih baik menurunkan nyeri dibanding Hold Relax. lebih baik meningkatkan ROM dibanding

DAFTAR PUSTAKA

1. Aad van der El, Manueletherapie Wervelkolom Onder Zoek, Euraf Nonius, 2001.

2. Arisyandi Ahmad, Studi tentang Friction pada Penderita Nyeri Akibat Myofascial Trigger Point di Klinik Medi Sakti. Akademi Fisioterapi, Makassar, 2001.

3. Bailey et. al, Practical Exercise on SCS Therapy of Cervical Dysfunction, Physther, 74 : 845-850, 2002.

4. Chaitow L, A Practitioners Guide to Soft Tissue Manipulation, Thomsons Publisher Limited, Welling Borough, 1998.

5. , Positional Release Techniques, Churchill Livingstone, New York, 2000.

6. D. Beckers, M. Buck, Het PNF Concept in de Praktijk, Hoensbroek, 2000.

7. De Wolf A.N, Onder Zoek van het Bewegingsapparaat, Samson Stafleu, Brussel, 1987.

8. Dina, Nyeri Tengkuk, Pusat Kesehatan Kerja Depkes RI, 2004.

9. Djohan Aras, Rekapitulasi Data Keluhan Penderita yang Berobat di Klinik Fisioterapi Medisakti, Makassar, 2005.

10. Dom Holdt, Physical Therapy Research, WB. Sounders Company, USA, 2000.

11. Gloudemans, Het Vegetativum Filosofie en Diagnostiek, Akademie for Fysiotherapie, Amsterdam, 2001.

12. Goodman et. al, Pathology Implications for the Physiotherapist, WB. Sounders Company, Tokyo, 2002.

13. Haagenars. LA, Problematie Fysiotherapie Van het Cervicale Dysfunctie in de Praktijk, Bohn Stafleu Van Loghum, 2001.

14. Hardjono J, Sistem Asuhan Fisioterapi, UIEU, Jakarta, 2003.

15. Kapanji IA, The Physiology of the Joints, Volume 3, Churchill Livingstone, New York, 1998.

16. Kisner C et.al, Therapeutic Exercise, Foundation and Techniques, Edition 3, Davis Company, Philadelphia, 1996.

17. Louisa E.J, The International Association For the Study of Pain, Washington University, Seatle, 1990.

18. Magee D.J, Orthopedic Physical Assessment, Sounders Company, Canada, 1987.

19. Michael J. Shea, Myofascial Release, Shea Education Group, inc, Avenue, 2000.

20. Murtagh J, Back Pain and Spinal Manipulation, Second Edition, Oxford, 1997.

21. Priguna Sidharta, Neurologi Dalam Praktek Klinik, PT. Dian Rakyat, Jakarta, 1983.

22. Satya Negara, Teori dan Terapi Nyeri, FKUI, Jakarta, 1978.

23. Simons, Practical Guedelines for Independent Assessment in Roundomized Controlled Trials (RCTS) of Cervical Disfunction, Physiotherapy, Amsterdam, 2001.

24. Sudaryanto, Manfaat MET terhadap Pengurangan Nyeri akibat Mecanical Back Pain, Jakarta, 2004.

25. Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, CV. Alfabeta, Cetakan Keempat, Bandung 2002.

26. Tannigawa M, Comparasion of the Hold Relax Procedure and Passive Mobilization on Increasing Muscle Length, Tokyo, 2004.

27. Walther D.S, Applied Kinesiology, Volume I, Amerika, 2001.

28. Yulianto W, Heru P, Segi Kepraktisan PNF, Seminar Profisio, IFI, Jakarta, 2002.

0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar